Yuddy Chrisnandi Untuk Presidium Majelis Nasional KAHMI

Teks. Foto : Tengah Prof Dr Yuddy Chrisnandi bersama Keluarga Besar KAHMI. (harian24news.id/Ist)

 

Jakarta, harian24news.id-Sebulan yang lalu, saya bersua dengan Viva Yoga Mauladi, Ketua Steering Committee hajatan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Palu, Sulawesi Tengah, akhir bulan depan. Yoga menyebut tak lagi maju sebagai salah seorang anggota presidium.

Saya tentu sumringah. Sebab, tugas Yoga sebagai sosok penting Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar bakal berat. Belum lagi kinerja sebagai Staf Khusus Menteri Perdagangan RI. Yoga bagi saya adalah sosok segar di pemerintahan yang berpengalaman di legislatif.

Sebagai bagian kecil dari Korps Alumni HMI, saya tentu merasakan bagaimana bahu memikul tanggungjawab regenerasi dan pundak menahan beban yang datang kapan saja bagi dinda-dinda kami yang berderet hadir tanpa permisi. Jauh lebih besar, ketimbang menyandang status asal tanah kelahiran ataupun almamater perguruan tinggi. Bahkan, keluarga batih (inti) yang terdiri dari adik-adik, sepupu, atau keponakan. Puluhan tahun saya berkeliling Indonesia guna hadir dari larikan kader, diskusi, seminar ataupun kondangan. Ring Satu saya juga terdiri dari aktivis-aktivis HMI ini.

Dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada nama-nama seperti Ahmad Dolli Kurnia Tanjung, Yana Aditya, Ichan Loulembah, Ridha Saleh, hingga Achmad Ali, saya perlu mengusung nama Prof Dr Yuddy Chrisnandi sebagai calon yang layak dipilih.

Betul, hubungan pribadi saya dengan YCH sangat dekat, sebagaimana publik tahu. Tetapi bukan berarti saya tidak punya hubungan pribadi yang juga tak kalah intim dan puluhan tahun juga dengan nama-nama kandidat yang lain. Saya kenal Ridha Saleh sejak ia memimpin Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMID) Cabang Palu. Yana adalah aktivis mahasiswa 1998 yang berjibaku dengan dunia profesional. Aad Dolli bergelimang dengan urusan kepemudaan yang bertali-temali dengan kemahasiswaan. Ichan bisa disebut sebagai salah satu mentor terbaik saya ketika mulai merintis karier dari dunia bulu dan pemikiran yang sepi, bersua dengan publik yang riuh. Achmad Ali punya keahlian dalam strategi dan taktik dalam membangun jembatan hubungan sumberdaya manusia.

YCH memilihi passion yang positif dan energi yang selalu terbarukan dalam mengatasi persoalan apalub, baik pada tingkat pribadi, kekuarga, organisasi, bangsa, pun kini dunia internasional. Sikap tawadhu dan relegius YCH terlatih sejak kecil, penuh disiplin, teliti, terkadang pada aspek-aspek yang bagi banyak orang sudah diluar nomenklatur tugas pokok, fungsi dan jabatan yang sedang diemban.

Dan cilakanya, YCH selalu memasukkan HMI dalam setiap dimensi dan relasi yang ia jalin dan jalankan. Dibandingkan senior-senior saya yang lain, YCH-lah aktor yang sangat banyak memberikan saya tugas-tugas terkait dengan HMI. Walau, bagi saya, YCH bukanlah senior dan mentor saya, dibanding Chandra M Hamzah di Universitas Indonesia dan Anas Urbaninggrum yang mengisi Latihan Kader II saya. Saya pernah tercatat sebagai senior yang nomor dua paling sibuk mengisi acara-acara HMI, setelah Anas. Tiap pekan selalu berkeliling Indonesia.

Contoh terkahir yang saya ingat adalah Tim Ahli MenPANRB yang semula cuma 12 orang, bertambah jadi 24 orang yang tentu saja 88,8% adalah HMI. Tim yang sejak awal tak ada gaji dalam mata anggaran, sebagaimana permintaan saya.

Yang paling “pedih”, adalah memo-memo yang keluar dari meja MenPANRB yang terlihat seringkali berbau HMI. Dalam Kongres HMI di Pekanbaru, Riau, setelah Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dan seluruh menteri asal HMI balik ke Jakarta, YCH masih memerintahkan saya berada di lokasi, terutama untuk mengamankan logistik dari sejumlah delegasi — terutama asal Sulawesi Selatan — yang “ngamuk”.

“Ada Indra, dia ditinggali tas sekoper!” Ucap YCH enteng kepada junior yang bertanya.

Beruntung, saya berada di tanah Melayu. Hikayat Hang Tuah yang menikam adiknya, jadi narasi paling penting saya ulang. Jadi, tak ada yang bertanya soal tas sekoper. Jangankan tas sekoper, buat pakaian saja, saya hanya bawa ransel. Beruntung, Walikota Firdaus sangat sigap dengan ribuan bungkus nasi Padang setiap hari.

Tentu, bsnyak cerita lain. Namun yang terpenting adalah YCH kini sosok yang segar, punya nalar yang kuat, berani menentang Russia ketika survei berbicara betapa rakyat Indonesia jauh lebih banyak yang pro Vladimir Putin, ketimbang cinta, Ukraina. Enegi YCH berputar bak gasing yang tak kenal lelah dan letih.

Minimal, dalam era turbulensi politik sampai akhir tahun 2024, YCH punya ruang yang lapang, waktu yang banyak, serta kebebasan yang lebih, dengan pengenalan yang dalam atas “Para Dewa” di dalam dan luar negeri, pun jelata di sini dan di sana. Ya, sedikit berbeda dengan saya yang jadi fungsionaris Partai Golkar di Jakarta Raya, masih berjibaku mencari dukungan KTP untuk diproses jadi Nomor Pokok Anggota Partai Golkar yang baru.

So?

Go Yuddy Chrisnandi! Go YCH! Go Chief!

Dan bagi seluruh slagorde Samurai Hijau Hitam, bergeraklah!!!

Bismillah. Manjadda Wajada!

Markas Gerilyawan, Kemayoran, Jakarta Raya, 30 Oktober 2022.

 

Oleh : Leriadi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *