harian24news.online-
Karya Tulis
Dibuat Untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis
Pilkada Kota Binjai
Oleh :
WIDYASTUTI RAMADHANI, S.EI
KOMISI PEMILIHAN UMUM
KOTA BINJAI
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Maha Suci Allah, Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kekuatan dan keteguhan hati untuk dapat menyelesaikan karya tulis ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpahan kepada nabi Muhammad saw. yang menjadi tauladan para umat manusia yang merindukan keindahan syurga.
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, Karya tulis ini dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat.
Saya menyadari bahwa Karya Tulis yang telah saya kembangkan ini masih memiliki banyak celah, kelemahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik, saran, dan masukan yang konstruktif dari berbagai pihak yang kompeten sangat saya harapkan, dan menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penyelesaian karya tulis ini.
Semoga Allah SWT tetap memberikan petunjuk terhadap upaya yang telah, sedang dan yang akan dilakukan untuk Penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah di Kota Binjai.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai demokrasi di Indonesia, maka pasti akan berkaitan dengan pemilihan umum. Salah satu indikator suksesnya suatu penyelenggaran pemilihan umum adalah partisipasi politik masyarakat yang diwujudkan dalam hal pemberian hak suara yang dimiliki oleh masyarakat yang telah memiliki hak pilih pada pemilihan umum tersebut. Maka, bisa dikatakan semakin tinggi tingkat partisipasi politik masyarakat dalam suatu pemilihan umum akan berbanding lurus dengan tingkat kesuksesan penyelenggaraan pemilihan umum tersebut.
Kota Binjai merupakan salah satu kota yang memiliki angka tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan umum yang cukup tinggi.
Hal inilah yang kemudian mendorong penulis merasa tertarik untuk meneliti hal tersebut. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti karena disaat wilayah lain mendapat kesulitan untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat, Kota Binjai masih bisa mempertahankan tingkat partisipasi politik masyarakat ini. Untuk meneliti hal tersebut maka penulis merasa perlu untuk mengadakan suatu kajian mengenai upaya upaya yang dilakukan oleh KPU Binjai dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat yang berkualitas.
Dalam tataran konsep demokrasi merupakan suatu paham yang menghendaki kekuasaan berada di tangan rakyat. Abraham Lincoln (dalam Cecep darmawan, 2008, hlm. 123) menjelaskan bahwa „demokrasi artinya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat‟. Berdasarkan pada pengertian tersebut maka masyarakat memegang kedaulatan penuh dalam suatu tata kelola pemerintahan, baik itu mengenai pembagian kekuasaan serta kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Maka dalam hal ini, keikutsertaan atau partisipasi masyarakat dalam suatu negara demokrasi mutlak diperlukan. Pemilihan umum adalah hal yang tak terpisahkan dari suatu negara demokrasi. Dimana masyarakat secara bebas dapat memilih pemimpinnya melalui sumbangan suara yang diberikan pada seorang calon. Di Indonesia pada khususnya hal ini sesuai dengan bunyi pasal 1 (1) UU no.22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilihan umum yang berbunyi: “1.Pemilihan umum, selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Pemilu juga seringkali dijadikan dasar indikator tingkat partisipasi politik masyarakat pada suatu negara, mengingat menurut pandangan Gabriel A. Almond (dalam Damsar, 2012, hlm. 186) menyatakan bahwa „memberikan suara merupakan salah satu bentuk konvensional partisipasi politik dalam tataran demokrasi modern‟.
Cecep darmawan (2008, hlm. 151) menyebutkan bahwa “Partisipasi warga masyarakat dalam proses kebijakan merupakan cara efektif untuk mencapai pola hubungan setara anata pemerintah dan rakyat. Di negara-negara demokrasi, partisipasi warga dalam proses kebijakan merupakan hal yang lazim”. Maka berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat dikatakan partisipasi politik dalam negara demokrasi merupakan indikator implementasi penyelenggaraan kekuasaan negara tertinggi yang absah oleh rakyat (kedaulatan rakyat), yang dimanifestasikan keterlibatan mereka dalam pemilihan umum. Semakin tinggi tingkat partisipasi politik menunjukan bahwa masyarakat mengikuti dan memahami serta melibatkan diri dalam urusan kegiatan kenegaraan. Sebaliknya, jika masyarakat memiliki tingkat partisipasi politik masyarakat yang rendah pada umumnya hal ini menunjukan bahwa rakyat kurang berminat terhadap masalah-masalah kenegaraan.
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi tentunya mengadopsi hal tersebut. Sebagai negara demokrasi Indonesia terhitung telah melakukan sepuluh kali pemilihan umum (pemilu) secara berkala atau regular, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1998, 2004, dan 2009 untuk
pemilihan calon legislatif dan pemilihan calon presiden serta wakil presiden (pilpres).
Pada pemilu tahun 1999, Indonesia mendapat pujian dari dunia internasional dan dianggap telah berhasil melakukan lompatan demokrasi, hal ini dikarenakan tingkat partisipasi politik masyarakat pada pemilihan umum tahun 1999 mencapai angka standar demokrasi global yaitu dengan tingkat partisipasi politik sebesar 92,7 persen.
Pandemi virus corona atau yang lebih dikenal dengan istilah COVID-19 (Corona Virus Diseases-19) yang dialami oleh seluruh negara saat ini memberikan pengaruh terhadap berbagai bidang kehidupan. Virus ini mulai mewabah sekitar 31 Desember 2019 di Kota Wuhan Provinsi Hubei Tiongkok dan menyebar sangat cepat sampai saat ini sehingga pada 1 Maret 2020 WHO menetapkan wabah ini sebagai pandemic global. Pemerintah Indonesia telah membuat berbagai kebijakan baru untuk mencegah penyebaran virus corona.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan suatu lembaga independen yang diberi wewenang untuk mengurusi pemilihan umum di Indonesia baik itu pemilihan legislative, presiden, serta kepala daerah merupakan wewenang dari lembaga ini. Dalam hal ini sukses atau tidak pemilihan umum di Indonesia turut pula dipengaruhi oleh kinerja dari komisi pemilihan umum itu sendiri. Maka dari itu, komisi pemilihan umum juga berkewajiban untuk melakukan sosialisasi pemilihan umum pada masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat undang-undang no. 22 tahun 2007 pasal 8 mengenai tugas, wewenang, dan kewajiban Komisi Pemilihan Umum.
Sosialisasi pemilihan umum yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum pada masyarakat luas ini bisa dijadikan sebagai sarana pendidikan politik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Sosialisasi ini juga bisa berdampak pada tingkat partisipasi politik masyarakat. Oleh karena itu, keberhasilan dari sosialisasi ini akan memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilu. Namun, realita di masyarakat pada umumnya, banyak hal yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat.
Selain daripada itu, dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia diakui masih sangat sulit untuk mencapai partisipasi politik yang berkualitas yang tercemin dari pemilih yang cerdas. Masyarakat yang memiliki hak pilih masih sulit untuk memilih yang dilandasi dengan nalar yang benar, hal ini juga dipengaruhi oleh masih maraknya fenomena politik uang (money politics), intervensi kekuasaan, serta premanisme dan terorisme. Fenomena politik uang yang seringkali dilakukan oleh para oknum kandidat peserta pemilu ini tentu saja mencederai jalannya demokrasi yang menjadi landasan dalam Pemilu. Intervensi kekuasaan yang dimiliki oleh beberapa kelompok seringkali digunakan untuk memaksakan masyarakat menyalurkan hak pilihnya pada salah satu kandidat tertentu. Jauh daripada itu kampanye-kampanye yang bersifat keras serta agresif pun tak jarang terjadi di masyarakat, perilaku premanisme yang menyebarkan terror serta membuat isu yang menjatuhkan kandidat lain juga bisa membutakan nalar masyarakat dalam memberikan hak pilihnya.
Perilaku-perilaku kampanye hitam (black campaign) yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku tentunya diperlukan peranan yang serius dari pihak yang berwenang dalam hal ini.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai komisi yang ditugasi untuk menyelenggarakan pemilu, tentunya dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum bertanggungjawab untuk melindungi hak pilih masyarakat dengan cara melakukan langkah preventif melalui pendidikan politik yang dilakukan melalui sosialisasi pemilu.
Sosialisasi pemilu dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan politik untuk mewujudakan partisipasi politik masyarakat yang berkualitas. Masyarakat yang menggunakan hak pilihnya sesuai dengan nalar serta hati nuraninya tanpa mendapat intervensi dari pihak manapun.
Usaha untuk mewujudkan partisipasi politik yang berkualitas ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan untuk mampu mewujudkan warga negara yang baik dan cerdas. Begitu pula dalam hal menggunakan hak pilih, seorang warga negara yang baik sudah seharusnya bisa menggunakan hak pilihnya dengan bijak dan berdasarkan nalar serta hati nuraninya.
Bedasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji permasalahan ini melalui penelitian yang berjudul “Peranan Komisi Pemilihan Umum Kota Binjai Dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat Yang Berkualitas Di Tengah Pandemi Covid 19.”
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoritis
1. Peranan
Pengertian peranan atau role menurut Soekanto (2013: 243) adalah sebagai berikut: “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan, maka dia menjalankan suatu peranan”. Dari kedua definisi di atas, dapat diartikan secara keseluruhan bahwa peranan adalah bagian dari tugas utama, status, fungsi, karakteristik, dan variabel dalam hubungan sebab-akibat dari seseorang atau kelompok orang dalam organisasinya.
Pengertian peranan atau role menurut Komaruddin (2001:768) adalah sebagai berikut :
a. Bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan seseorang dalam manajemen.
b. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
c. Bagian atau fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang apa adanya.
d. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Peranan merupakan dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau disebut subyektif. Peran dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang.
Menurut Soekanto (2002:243) ada beberapa jenis-jenis peranan adalah sebagai berikut:
1. Peranan normatif adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
2. Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.
3. Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.
Peranan dalam pengertian sosiologi adalah perilaku atau tugas yang diharapkan dan dilaksanakan seseorang berdasarkan kedudukan atau status yang dimilikinya. Suatu peranan tertentu menurut Soekanto (2002: 25), dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur sebagai berikut:
a. Peranan ideal ideal role
b. Peranan yang seharusnya expected role
c. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri perceived role
d. Peranan yang sebenarnya dilakukan actual role
2. Komisi Pemilihan Umum
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi Pemilihan Umum sendiri adalah jelmaan dari Lembaga Pemilihan Umum atau LPU, lembaga yang bertugas menyelenggarakan pemilu pada zaman orde baru.
Pemilihan Umum menurut Nashar (2004:29) adalah memilih seorang penguasa, pejabat atau lainnya dengan jalan menuliskan nama yang dipilih dalam secarik kertas atau dengan memberikan suaranya dalam pemilihan. Sedangkan, menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemilih dalam Pemilu disebut juga sebagai konstituen, di mana para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama diwaktu yang telah ditentukan menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan suara dimulai. Pemenangan Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. Proses pemilihan umum merupakan bagian dari demokrasi.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa pemilihan umum adalah proses pemilihan atau penentuan sikap yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk memilih penguasa ataupun pejabat politik untuk memimpin suatu negara yang juga diselenggarakan oleh negara.
3. Meningkatkan
Kata meningkatkan dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti “mempertinggi, menaikan (derajat), memperhebat”
.
4. Partisipasi Politik
Secara etimologis, konsep partisipasi dapat ditelusuri dari akar katanya dari bahasa inggris, yaitu kata part yang berarti bagian. Jika kata part itu dikembangkan menjadi to participate maka bermakna turut ambil bagian.
Menurut Damsar (2012, hlm. 179) menyebutkan bahwa:
Partisipasi politik dapat dijelaskan sebagai turut ambil bagian, ikut serta atau berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kekuasaan, kewenangan, kehidupan publik, pemerintahan, Negara, konflik, kebijakan, pengambilan keputusan, dan pembagian atau alokasi.
Pengertian mengenai penggabungan dua makna diatas telah memberi gambaran serta pemahaman mengebai cakupan konsep partisipasi politik. Selanjutnya Keith Fauls (dalam Damsar, 2012, hlm. 179) memberikan batasan partisipasi poltik sebagai keterlibatan secara aktif dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan.‟ Sedangkan Herbert McClosky (dalam Damsar, 2012, hlm. 180) memberikan batasan partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.”
Pembatasan dari McClosky ini menunjukan bahwa, Pemilu merupakan sarana bagi warga Negara untuk melaksanakan partisapasi politik untuk ikut dalam proses pemilihan penguasa dan proses pembentukan kebijakan umum.
Huntington dan Nelson (dalam Damsar, 2012, hlm. 180) membuat batasan partisipasi politik sebagai „kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah.‟ sedangkan Rush dan Althoff (dalam Damsar, 2012, hlm. 180) memberi batasan partisipasi politik sebagai „keterlibatan dalam aktivitas politik pada suatu sistem politik.‟
Dari semua definisi yang telah dipaparkan diatas terlihat pengertian dari Rush dan Althoff memiliki makna yang lebih luas serta terkesan mencakup berbagai kegiatan politik. Menurut Surbakti (dalam Cecep Darmawan, 2008, hlm. 150) menerangkan kegiatan politik yang disebut partisipasi politik adalah „perilaku politik masyarakat (individu/kelompok) yang berhak mempengaruhi lembaga dan pejabat pemerintah dalam membuat, melaksanakan, dan menegakan keputusan politik yang menyangkut kehidupan masyarakat dalam perspektif politik.‟ Secara umum Budiarjo (2009, hlm. 367) menjelaskan bahwa “partisipasi politik adalah kegiatan seseoran atau kelompok bisa untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, anatara lain dengan jalan memilih pimpinan Negara dan secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah.”
Maka berdasarkan semua pernyataan dan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, memberi sumbangan suara dan berpartisipasi dalam pemilihan umum merupakan salah satu cara melaksanakan partisipasi politik.
5. Masyarakat
Mengenai konsep masyarakat ini begitu banyak para pakar yang memberikan definisinya mengenai hal ini. Menurut Krech, Crutchfield, dan Ballachey (dalam Ridwan Effendi dan Elly Malihah, 2007, hlm. 44) memberikan definisi masyarakat sebagai „kolektivitas interaksi manusia yang terorganisasi, memiliki kegiatan yang terarah pada sejumlah tujuan yang sama serta memiliki kecenderungan untuk memiliki keyakinan, sikap, dan bentuk tindakan yang sama.‟ Selanjutnya, Fair et at (dalam Ridwan Effendi dan Elly Malihah, 2007, hlm. 45) memberikan masyarakat sebagai „sekelompok manusia yang menunjukan perhatian bersama secara mendasar, pemeliharaan kekekalan bersama, perwakilan manusia menurut sejenisnya yang berhubungan satu sama lain secara berkesinambungan.‟ sedangkan menurut Horton dan Hunt (dalam Ridwan Effendi dan Elly Malihah, 2007, hlm. 45) memberikan definisi masyarakat sebagai „sekelompok manusia yang sedikit banyak memiliki kebebasan dan bersifat kekal yang menempati suatu kawasan serta memiliki kebudayaan dan memiliki hubungan dalam kelompok yang bersangkutan‟.
Berdasarkan pandangan dan pernyataan yang telah dipaparkan para ahli di atas maka dapat disimpulkan, masyarakat merupakan sekumpulan individu yang menempati wilayah tertentu dalam jangka waktu yang lama yang memiliki sistem dan struktur sosial tersendiri.
6. Partisipasi Politik yang Berkualitas
Berdasarkan pandangan Gabriel A. Almond (dalam Damsar, 2012, hlm. 186) menyatakan bahwa „memberikan suara merupakan salah satu bentuk konvensional partisipasi politik dalam tataran demokrasi modern‟. Begitu pula dengan pandangan Herbert McClosky (dalam Damsar, 2012, hlm.180) yang memberikan batasan partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.” Pembatasan dari McClosky ini menunjukan bahwa, Pemilu merupakan sarana bagi warga Negara untuk melaksanakan partisapasi politik untuk ikut dalam proses pemilihan penguasa dan proses pembentukan kebijakan umum.
Maka dalam hal ini, partisipasi politik masyarakat yang berkualitas dalam konteks pemilu bisa diwujudkan melalui menjadi pemilih yang cerdas.
Menurut M.Surya (http://www.mediacenterkpujabar.com/2012/12/m-surya- masih-sulit-mencapai-pemilih.html) ada delapan indikator yang menunjukan cirri pemilih yang cerdas, beliau menyatakan bahwa: “Memilih dengan cerdas merupakan memilih dengan tindakan yang berlandaskan 8 ciri, yaitu tindakan memilih dilakukan dengan satu tujuan tertentu secara disadari, dilakukan berdasarkan sudut pandang tertentu, berbasis suatu asumsi tertentu secara disadari, mengarah pada satu langkah pelaksanaan dengan kesiapan, menghadapai konsekuensi tertentu, dilaksanakan dengan menggunakan berbagai informasi dan pengalaman, dilakukan dengan menggunakan perkiraan dan pertimbanganyang berbasis nilai-nilai tertentu, menggunakan daya nalar yang baik, sehat dan obyektif, dan semua tindakan dilakukan dalam upaya memperoleh jawaban dari suatu pernyataan tertentu”.
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Peranan dalam pengertian sosiologi adalah perilaku atau tugas yang diharapkan dan dilaksanakan seseorang berdasarkan kedudukan atau status yang dimilikinya. Suatu peranan tertentu menurut Soekanto (2002: 25), dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur sebagai berikut:
a. Peranan ideal ideal role
b. Peranan yang seharusnya expected role
c. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri perceived role
d. Peranan yang sebenarnya dilakukan actual role
Harapan utama terhadap Pemilu serentak nampak dari tujuan dilaksanakannya Pilkada Tahun 2020 dan pengaturan sistem dan tata kelola Pemilu dalam satu Undang-undang. Harapan-harapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pasal 2 UU 7/2017 mengharapkan penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
2. Pasal 3 UU 7/2017 mengandung harapan terhadap kinerja dan sikap etis penyelenggara Pemilu. Disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara pemilu melaksanakan Pemilu berdasarkan pada -asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip: mandiri, jujur, adil berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif dan efisien.
3. Pasal 4 UU 7/2017 mengandung harapan terhadap penataan kembali sistem Penyelenggaraan pemilu dalam satu undang-undang, dimana penataan tersebut bertujuan untuk:
a. Memperkuat sistem sistem ketatanegaraan yang demokratis;
b. Mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas;
c. Memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu;
d. Menjamin konsistensi pengaturan pemilu;
e. Mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien
B. Saran
Setelah membaca dan mempelajari karya tulis ini, besar harapan penulis para pembaca mendapat tambahan pengetahuan mengenai “Peranan Komisi Pemilihan Umum Kota Binjai Dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat Yang Berkualitas Di Tengah Pandemi Covid 19.”. Demikianlah karya yang dapat saya paparkan, semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. Dan tentunya karya tulis ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki karya tulis selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, H. Rozali, Prof. (2009) Mewujudkan Pemilu Yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Ali, Muhammad (2000) Penelitian Pendidikan Prosedur Dan Strategi, Bandung.
Angkasa.
Anwar, Arifin. 2011. Komunikasi Politik : Filsafat, Paraadigma, Teori, Strategi, Dan Komunikasi Politik Seluruh Indonesia, Yogyakarta. Graha Ilmu.
Arifin, Rahmad. 2003. Sistim Politik Indonesia, Surabaya. SIC.
Dapertemen Pendidikan Nasional (2002) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta.
Balai Pustaka.
H.A.R. Tilaar (2009) Kekuasaan Pendidikan : Kajian Managemen Pendidikan Nasional Dalam Pusaran Kekuasaan, Jakarta. Rieneka Cipta.
Holil, Sulaeman (1980) Partisipasi Sosial Dalam Usaha Kesejahteraan Sosial,
Bandung. CV. Pustaka Setia. Humanika, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, konsolidasi naskan UUD 1945 setelah perubahan keempat, puat studi hukum tatanegara UI 2002, hlm 22.
Moleong, Lexy, J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif : Edisi Revisi, Bandung.
PT. Remaja Rosdakarya.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodelogi Penelitian, Jakarta. Prenada Media Group. Prihatmoko (2003) Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Jakarta. Pustaka Pelajar.
Rozali Abdullah, pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Derah secara Langsung, PT Raja Grafindo, 2005, hlm 53-55
Samuel, P & Huntington, Joan Nelson. 1990. Partisipasi Politik Di Negara Berkembang, Jakarta. Rineka Cipta.
Sinaga, Kastorius, 2003, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kota dan Kabupaten: Beberapa catatan Awal, dalam Abdul Gaffar Karim (ed.), Kompleksitas Persoalan Otonomi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Siti Irene Astuti (2009) Desentralisasi Dan Partisipasi Dalam Pendidikan,
Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Soekanto, Soerjono dan Sulistyowati, Budi (2013) Sosiologi Suatu Pengantar,
Jakarta. Rajawali Pers.
Sudjarwo & Basrowi. 2009. Metode Penelitian Sosial, Bandung. Mandar Maju.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif Dan R&D.
Bandung. Penerbit Alfabeta.
Suharno, 2004, Diktat Kuliah Sosiologi Politik, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Wahidin, Samsul. 2008. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Yusdianto (2010) Identifikasi Potensi Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah Dan Mekanisme Penyelesaiannya, Jurnal Konstitusi Vol II Nomor 2.
Undang-undang Nomor 3 Pasal 10 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.