Jakarta, harian24news.id-Jika benar DPP PDI-Perjuangan mengusung bakal calon gubernur dan wakil gubernur di Pilgub Jakarta bukan sosok yang populer di kalangan netizen atau publik, maka ada kemungkinan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri memiliki pertimbangan khusus yang tidak bisa ditawar.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), keputusan ini mungkin dilandasi pengalaman masa lalu. “Jangan sampai pengalaman sebelumnya terulang lagi, belajar dari keluarga Raja Jawa! Jangan terlalu mudah memberikan dukungan atau mengusung calon di Pilkada, terutama untuk Pilpres mendatang. Setelah menang, jangan sampai mereka menikam dari belakang,” ujar Silaen, kepada wartawan di Jakarata, Rabu (28/8/24).
Pengamat Politik, Samuel F. Silaen, menilai bahwa PDI-Perjuangan trauma dengan pengalaman buruk di masa lalu, di mana kader yang dulu dibanggakan kini justru menjadi masalah.
“Ketua Umum DPP PDI Perjuangan memilih kader yang sudah teruji dan terbukti mampu menjalankan mandat partai untuk rakyat, khususnya Jakarta,” jelasnya.
Banyak yang berharap agar PDI-Perjuangan mengusung figur populer, namun keputusan Megawati ini diambil dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian.
“Pengalaman adalah guru terbaik. Keputusan ini bertujuan agar kejadian masa lalu tidak terulang,” tambah Silaen
Menurut Silaen, mengusung figur yang serupa dengan “Raja Jawa” terbukti tidak setia dan bahkan menjadi perusak konstitusi.
“Sosok pemimpin yang memulai dengan pencitraan sederhana tidak selalu berakhir dengan baik,” ujarnya.
Berdasarkan kondisi saat ini, tokoh yang dicitrakan sebagai “wong cilik” atau rakyat biasa justru bisa menjadi bumerang bagi bangsa dan negara. Ini menjadi pelajaran berharga bagi PDI-Perjuangan sebagai partai pengusung presiden periode lalu.
“PDI-Perjuangan tidak ingin kecolongan lagi,” katanya.
Gubernur Jakarta terpilih pada periode 2024-2029 sangat berpotensi maju di Pilpres 2029.
“Jadi, bisa dibayangkan jika kejadian 10 tahun terakhir terulang kembali dalam lima tahun ke depan,” kata mantan fungsionaris DPP KNPI itu.
Pertanyaannya, mampukah mesin partai memenangkan calon yang diusung jika berbeda selera dengan basis pendukung? “Ini menarik, mengingat kemenangan gubernur sebelumnya juga bergantung pada kekuatan politik relawan yang mampu menjangkau akar rumput,” ujarnya.
Silaen menegaskan bahwa PDI-Perjuangan lebih memilih langkah aman daripada terjebak dalam kesalahan yang sama.
“Ini bukan sekadar soal menang-kalah, tapi tentang dedikasi dan loyalitas kepada rakyat melalui program partai,” pungkas Silaen, alumni Lemhanas Pemuda 2009 tersebut. (**)