IYE Madina Berikan Warning Pemkab Madina Untuk Tak Lakukan Mutasi Jabatan

Mandailing Natal, harian24news.id- Indonesia Youth Epicentrum Mandailing Natal (Madina) menyoroti isu akan ada mutasi besar-besaran yang akan terjadi di Pemkab Madina jelang Pilkada 2024 ini.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua IYE Madina, Farhan Donganta kepada wartawan, Sabtu (7/9/2024) di Panyabungan.

Menurut Farhan, sejak 22 Maret 2024, seharusnya tidak boleh ada satupun Kepala Daerah, baik Gubernur – Wakil Gubernur atau Bupati – Wakil Bupati yang melakukan mutasi terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga berakhir masa jabatannya atau berakhir Pilkada 2024.

Melihat ini semua Farhan memberikan peringatan kepada Pemerintah Kabupaten Madina. Dia menjelaskan beberapa waktu ini, beredar isu adanya mutasi besar-besaran di Pemkab Madina. Diduga mutasi besar-besaran ini melibatkan petahana yang kembali ikut dalam Pilkada 2024 nanti.

“Kita berikan warning jika memang terjadi mutasi besar-besaran nanti. Mendagri, Pak Tito sudah keluarkan surat untuk hal ini. Kita sebagai pemantau Pilkada di Madina berharap Pemkab Madina mengikuti arahan dari Mendagri,” jelasnya.

Mendagri, Tito Karnavian sudah mengeluarkan surat dengan nomor 100.2.1.3/1575/SJ perihal kewenangan kepala daerah pada daerah yang melaksanakan pilkada dalam aspek kepegawaian tertanggal 29 Maret 2024.

Surat itu ditujukan kepada gubernur/penjabat gubernur, bupati/penjabat bupati serta wali kota/penjabat wali kota. Mendagri dalam suratnya menegaskan aturan tersebut juga berlaku untuk penjabat gubernur/penjabat bupati dan penjabat wali kota.

“Dengan adanya surat dari Mendagri itu, sejak 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon, Kepala Daerah tidak memiliki hak apapun atau kewenangan apapun untuk melakukan mutasi pada ASN atau pegawai. Bahkan dilarang untuk melakukan mutasi terkecuali mendapatkan izin tertulis dari Mendagri,” jelas Farhan.

Farhan pun menilai larangan ini berfungsi untuk mencegah politisasi pada ASN dalam Pilkada serentak. Bagi Kepala Daerah yang melanggar ketentuan tersebut maka akan dapat diberi sanksi sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2016, pasal 71 ayat 5, yang menyatakan bahwa: yakni, KPU baik KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota bisa membatalkan pencalonan calon Kepala Daerah petahana sebagai peserta pemilu/pilkada. (TIM)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *