Tangerang, harian24news.id- Warga menggerudug Kantor Kepala Desa Gintung, Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang, Banten. Aksi demo ratusan warga ini menolak tempat pembuangan sampah (TPS) ilegal tersebut, didampingi oleh aparatur pemerintah Desa Gintung, Kasi Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) Kecamatan Sukadiri, dan Binamas Desa Gintung, pada Kamis sore 26 September 2024.
Hal ini karena kepala desa diduga memberikan izin lahan kurang lebih satu hektare untuk dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal sementara yang telah mencemari lingkungan udara dan menimbulkan penyakit bagi warga. Akibatnya, warga berbondong-bondong menggerudug kantor kepala desa setempat dengan membawa spanduk.
TPS Ilegal sementara ini sudah dibuka kurang lebih sudah satu bulan. Mirisnya, sampah yang dibuang bukan dari warga Desa Gintung melainkan dari Kota Tangerang Selatan.
Warga yang dipimpin oleh ibu-ibu dan anak-anak tersebut berjalan kaki dari Kantor Desa Gintung ke lokasi pembuangan sampah ilegal sembari membentangkan poster bertuliskan “Kami menolak Sampah Ilegal “ sambil meneriakkan “Sampah Bau” sebagai bentuk protes warga.
“Masalah sampah ini sangat menggangu warga kami, selain menimbulkan bau tak sedap, Dada mulai sesak, kepala pusing, dan mual- mual. Intinya TPS ilegal ini sangat mengganggu dan meresahkan,” ungkap Warni, salah satu warga Desa Gintung.
Kritik Pemerhati Lingkungan Hidup
Dr. Ir. Justiani, Msc, Ketua Umum Go Green Go Clean Indonesia, sangat prihatin terhadap masalah pencemaran sampah di Desa Gintung, Kab tangerang yang memicu protes warga setempat. Ia pun, menyoroti pentingnya investigasi asal-usul sampah ilegal yang mencemari area tersebut dan mempertanyakan bagaimana tempat tersebut bisa mendapatkan izin sebagai lokasi tempat pembuangan sampah di lingkungan warga desa Gintung.
“Kami mendesak Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang, untuk bertanggung jawab dan segera menangani masalah sampah ilegal ini, guna melindungi kesehatan dan kenyamanan warga setempat, sudah waktunya membangun perilaku lingkungan hidup yang bersandar pada paradigma ekologi,” ujar Justiani, pemerhati ahli lingkungan hidup, pada awak media, Sabtu (28/9/24).
Justiani pun, menyebut, paradigma ekologi dapat menjadi dasar normatif bagi pengaturan hukum, dan pelanggaran yang berdampak pada ekosistem, bisa dikenakan sanksi pidana melalui UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) mengatur sanksi Pidana Pencemaran Lingkungan: Jika pencemaran tersebut menyebabkan orang lain luka berat atau penyakit serius, pidananya dapat meningkat hingga 6 tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar (Pasal 98 ayat 2).
Justiani, menambahkan, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tangerang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah, bisa dijatuhi kurungan paling lama 6 bulan, dan denda paling banyak Rp50 juta, maklumat ini termasuk juga dalam Surat Edaran (SE) Bupati Tangerang, Nomor 600.1/3131-DLHK/2023 Tentang Pengelolaan Sampah, di antaranya adalah dilarang membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan.
“Kejahatan pencemaran lingkungan hidup dan sanksi pidana telah diatur dengan tegas bagi pelanggaran hukum, namun penerapan ketentuan dan sanksi tersebut memerlukan dukungan dan kesadaran kolektif bersama sebagai dasar hukum dalam berbagai kasus terkait pelanggaran lingkungan di Indonesia,” tegasnya.
Justiani menekankan, pentingnya peduli membangun aksi nyata untuk mengatasi masalah lingkungan, agar menjadi agenda yang riil di tingkat pemerintah daerah serta di kalangan masyarakat.
“Kesadaran lingkungan tidak hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua. Masyarakat perlu berpartisipasi aktif dan kritis dalam menjaga kebersihan lingkungan demi sadar akan kesehatan dan kesejahteraan bersama,” imbuhnya.
Dengan adanya sanksi pidana yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 dan Perda Kabupaten Nomor 1 Tahun 2023,
diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelanggar. Namun, untuk mencapai perubahan yang signifikan, diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
“Aksi protes tolak TPS ilegal dari warga Desa Gintung menunjukkan bahwa masyarakat mulai kritis menyadari pentingnya menjaga isu lingkungan hidup dan tidak segan-segan untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka,” tegasnya.
“Ini menjadi momentum untuk mendorong pemerintah Kabupaten Tangerang agar lebih responsif dan bertanggung jawab terhadap isu lingkungan yang semakin mendesak,” pungkas Justiani. (**)