Teks. Foto : Baju Merah memakai topi hitam Dosen Usu Dr Suprayetno memperlihatkan patung kuno dan Goa kembar di Dusun III Tambak Pajok, Desa Adin Tengah, Kecamatan Selapian, Kabupaten Langkat didampingi Ketua DPD PMS Kabupaten Langkat, Rabu (4/9/19). (harian24news.co/Siswanto Ihsan)
Langkat, harian24news.co- Dalam kunjungannya kali ini Ketua DPD Pemuda Marga Silima (PMS) Muhammad Taufik Bangun, beserta rombongan dari Kader mulai dari Pimpinan Cabang (PC) PMS Kecamatan dan seluruh PMS Kabupaten Langkat mengunjungi tempat penemuan wisata baru bersejarah, yakni Goa kembar dan juga artepak patung tua bersejarah di Dusun III Tambak Pajok, Desa Adin Tengah, Kecamatan Selapian, Provinsi Sumatra Utar, Rabu (4/9/19).
Dalam kunjungan, Ketua DPD PMS Kabupaten Langkat berpesan kepada seluruh kadernya. Agar menjaga keutuhan cagar budaya yang nantinya tempat bersejarah itu menjadi destinasi wisata bagi kaula tua muda penerus Bangsa ini untuk lebih mengenali sejarah asal muasal Goa kembar dan patung artepak berbentuk patung mulai dari penemuan patung orang dewasa serta terdapat patung anak-anak yang menempel didinding persis samping Goa kembar.
” Untuk Kedepannya, PMS Kabupaten Langkat bekerjasama dengan warga Masyarakat akan lebih melestarikan serta akan selalu menjaga atas kekayaan alam yang selama ini baru diketemukan di Desa Selapian, kita akan selalu melakukan kordinasi dengan PC PMS Selapian guna perkembangan cagar budaya goa kembar yang dahulunya konon dapat menembus menuju Desa Penampean Tanah Karo Brastagi,” ujarnya.
Disamping itu, Dosen USU (Universitas Sumatra Utara) yakni Dr Suprayetno, saat diwawancara oleh awak Media dilokasi tersebut membenarkan bahwa Goa kembar dan juga ukiran batu tersebut adalah asli ukiran batu pada jaman kuno.
” Situs tua ini bisa jadi arca Patung Budha. Bisa jadi kemungkinan besar dari abad 19 awal sudah ada patung tersebut. Sudah kita ketahui Nama dari pembuat patung adalah Toga Sembiring Brahmana yang juga dahulu kala beliau pendiri kampung Tambak Pajok dalam bahasa suku Karo artinya adalah Bendungan kokoh dan yang sedang kita teliti ada 10 arca tentang narasinya. Apakah ini bisa dijadikan jagar budaya pasti bisa akan kita buat sidang nantinya. Kita melihat arca-arca ini saya belum bisa memasitikan patung kuno jaman hindu maupun budha. Atau ini memang pemena, ya saya masih mengacu kepada tradisi. Hanya itu, kalau mengenai arca nantinya akan kita Laboratorim apakah ini ada kaitanya dengan tulang belulang manusia, jika tulang manusia masih bisa kita Lab. Tetapi kalau batu sungai tidak bisa kita temukan hasil Laboratorium,” imbuh Dr Suprayetno dalam konfrensi PERSnya, Rabu (4/9/19).
Dalam kesaksiannya, Parwoto selaku cucu dari Toga Sembiring Brahmana mengaku kalau tempat bersejarah ini banyak mengalami perubahan. Mulai dari patung kuno yang rusak termakan jaman tersebut terlihat ada penambalan semen guna memperbaiki arca yang rusak menjadi terlihat seperti semula, hanya saja ada 1 patung arca yang tidak ada lagi kepalanya.
” kami juga tidak tahu kepala patung arca tersebut hilang entah kemana rimbanya. Karena sudah puluhan tahun kami tidak melihatnya. Diduga memang sudah termakan waktu, yang pastinya pembuat pahatan patung ini adalah Nenek moyang kami Marga Sembiring Brahmana” terang Parwoto.
Setelah ditelusuri, tempat yang menarik tersebut dapat dilalui oleh pecinta alam menuju kelokasi Goa kembar dan ukiran arca patung kuno tersebut dari Kota Binjai sampai Desa telaga, Kecamatan Sei Bingai persis masuk ke tempat menuju wisata pemandian Lau Kulap dan juga dari Bukit Akui sekitar setengah jam lamanya. Selain itu, Jalan alternatif dapat dilalui dari Kota Binjai langsung menuju Kecamatan Selapian mencapai 2 jam sampai ke lokasi Goa kembar dan situs batu ukiran patung tua tersebut.
Dengan nada sama, salah satu warga asli Selapian yang mengaku bernama Chandra Jaya Ginting, juga mengaku pernah melakukan penelusuran di Goa kembar tersebut menuju ke Brastagi dari jalur Goa kembar. Tetapi menurutnya kendala di perempatan jalur Goa itu banyak kelelawar seperti bak ternak yang menimbun goa kembar tersebut, hingga jalan menuju Penampean Tanah Karo tersendat dampak banyaknya kotoran kelelawar.
Menurutnya lagi, arca patung kuno dan Goa kembar sebelum ia lahir sudah ada di Selapian dan dirinya pernah menjelajahi sampai kedalam Goa kembar pada tahun 1988 dan ditemukan oleh Toga Sembiring Brahmana pada tahun 1971 yang lalu.
” Kalau pembuat patung itu kami tidak tahu. yang menemukan Goa kembar dan arca patung ukiran batu itu Almarhum Toga Sembiring Brahmana, sama seperti tulisan yang ada didinding tempat patung berada didinding Goa kembar,” masih sambungnya.
Dari cerita dahulu, di jaman penjajahan belanda dan Jepang. Warga masyarakat mempertahankan NKRI berlalu lalang melalui jalur Goa menuju Penampean Kota Buah Berastagi dan melakukan transasi dagangannya berjalan hingga beberapa hari sampai tujuan.
Selain tempat perlintasan bagi warga sekitar, di jaman itu pula tempat tersebut menjadi tempat berkumpulnya seluruh elemen serta tokoh pemuda untuk melakukan silaturahmi antar sesama ketua adat suku Karo.
Dengan berjalannya waktu, Goa kembar itupun tidak lagi dapat dilalui oleh masyarakat untuk menuju ke Berastagi diakibatkan banyaknya timbunan kotoran kelelawar yang menumpuk perempatan jalan menuju Penampean.
” Tahun 1988 sewaktu kami masuk ke Goa kembar ini masih banyak kami temukan artepak kuno terbuat dari batu, seperti ukiran trompet, ukiran kursi, ukiran batu kursi tahta, gong alat tradisi karo, gendang dan alat perabotan rumah tangga ada didalam Goa kembar,” ungkap Chandra Jaya Ginting selaku asli warga Selapian dan sekaligus menjabat sebagai Ketua PC PMS Selapian, Rabu (4/9/19). (Sis)