Bantahan Chandra Dalimunthe soal “uang klik”, Taruhan Besar bagi Kehormatan PHTC Bobby Nasution

Oleh: Ir Zulfikar Tanjung. (harian24news.id/Ist)

Pernyataan Chandra Dalimunthe yang membantah isu “uang klik” bukan sekadar bantahan retoris, melainkan taruhan besar terhadap kehormatan program unggulan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Bobby Nasution.

Jika ucapan itu tidak sejalan dengan fakta di lapangan, maka bukan hanya dirinya, tetapi juga reputasi pembangunan bersih Sumatera Utara yang dipertaruhkan.

Sebagai Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setdaprovsu, Chandra memegang posisi strategis di simpul paling sensitif dalam sistem pemerintahan — yaitu titik awal di mana setiap proyek pembangunan dimulai.

Ia menyatakan dengan tegas bahwa seluruh proses pengadaan pemerintah kini wajib melalui sistem digital e-Katalog dan e-Purchasing, sesuai amanat Perpres Nomor 46 Tahun 2025. Dengan sistem ini, katanya, tidak ada lagi ruang bagi praktik transaksi gelap atau istilah populer yang sempat mencuat di kalangan penyedia, yakni “uang klik”, meski ia tidak sependapat dengan istilah itu.

Di sinilah letak pentingnya kehati-hatian seorang pejabat publik dalam mengeluarkan pernyataan. Sebab, kalimat bantahan itu bukan sekadar bantahan administratif. Itu adalah janji integritas terbuka kepada publik, yang jika kelak terbukti berbanding terbalik dengan kenyataan, akan menjelma menjadi bumerang.

Ucapan seperti itu adalah taruhan besar terhadap kehormatan PHTC Bobby Nasution, khususnya pada program keempat: Infrastruktur Strategis Terintegrasi (INSTANSI).

Program INSTANSI sejatinya dirancang untuk membangun infrastruktur yang terencana, berkelanjutan, dan berkeadilan. Tidak hanya membangun jalan, tetapi juga irigasi dan permukiman layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pendekatannya berbasis kawasan prioritas—sebuah model pembangunan yang membutuhkan fondasi kepercayaan publik terhadap kemurnian proses pengadaan. Sekali proses itu ternodai oleh aroma transaksional, maka keadilan dan pemerataan yang menjadi ruh INSTANSI akan runtuh di hadapan publik.

*Perlu Respon Gubsu*

Karena itu, Gubernur Bobby Nasution perlu merespons dengan ketegasan kepala daerah yang mengusung semangat pemerintahan bersih. Bantahan Chandra sepatutnya tidak hanya diterima di ruang konferensi pers, tetapi ditindaklanjuti dengan langkah evaluatif dan klarifikasi menyeluruh.

Gubernur mesti memanggil Kepala Biro PBJ untuk memaparkan secara terbuka bagaimana sistem e-Katalog benar-benar bekerja di Sumut, bagaimana pengawasan internal berjalan, dan bagaimana PBJ memastikan tidak ada celah penyimpangan di luar sistem digital yang telah dibangun.

Sebab publik tidak lagi puas hanya dengan kata “transparan” atau “sistem digital”. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan tidak lahir dari terminologi teknis, tetapi dari bukti integritas yang nyata.

Bila Gubernur Bobby ingin menjaga kehormatan PHTC sebagai simbol reformasi birokrasi Sumut, maka pengawasan atas sistem PBJ harus menjadi prioritas moral—bukan sekadar rutinitas administrasi.

*Tanggung Jawab Chandra*

Adapun bagi Chandra Dalimunthe sendiri, bantahan itu kini menjadi cermin tanggung jawab yang berat. Ia perlu menyadari bahwa setiap kata yang keluar dari pejabat publik akan diuji oleh waktu, oleh fakta, dan oleh mata publik yang tidak pernah tidur.

Jika kelak muncul indikasi sebaliknya, maka bukan hanya kredibilitas pribadinya yang akan terguncang, tetapi juga kepercayaan publik terhadap seluruh bangunan sistem pengadaan di Pemprov Sumut.

Apalagi Chandra pada konferensi pers tersebut telah menegaskan peran PBJ hanyalah fasilitator sistem nasional yang dibangun Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sementara seluruh kewenangan pemilihan penyedia berada di tangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di masing-masing OPD.

Ucapan itu disampaikannya penuh percaya diri dalam konferensi pers di Kantor Gubernur Sumut, seolah menjadi penegasan bersihnya seluruh sistem pengadaan di bawah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Dalam konteks itulah, bantahan Chandra bukan sekadar pembelaan, melainkan pengakuan yang mengandung konsekuensi karena ia harus siap mempertanggungjawabkannya — dengan bukti, bukan kata-kata.

Sebab pada akhirnya, publik akan menilai bukan dari seberapa lantang seorang pejabat membantah, melainkan seberapa bersih ia menjaga kepercayaan yang melekat pada jabatannya.

Tulisan ini merupakan analisis kebijakan publik dan tidak dimaksudkan untuk menuduh atau menghakimi pihak manapun. Semua informasi bersumber dari pernyataan publik pejabat terkait.

(Penulis Bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *