Medan, harian24news.id – Aliansi Mahasiswa Sadar Hukum (AMASH) Sumut mendesak aparat penegak hukum untuk tidak berhenti hanya pada perkara penguasaan lahan yang menjerat terdakwa Samsul Tarigan, melainkan juga menelusuri indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 2407/Pid.Sus/2024/PT Mdn telah mengungkap kerugian PTPN II sekitar Rp41 miliar akibat penguasaan lahan ilegal. Fakta persidangan juga menunjukkan adanya aliran dana yang dialihkan ke bentuk lain, seperti pembangunan café/diskotik, kolam ikan, hingga penanaman sawit. Pola ini sangat identik dengan praktik pencucian uang,” tegas Syafruddin Ketua Bidang Hukum AMASH.
Menurutnya, aparat penegak hukum wajib menerapkan Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU karena ada dugaan kuat terdakwa berupaya menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana.
“Jika hanya berhenti pada tindak pidana perkebunan, maka upaya penegakan hukum tidak menyentuh akar persoalan. Negara berpotensi kehilangan peluang untuk memulihkan kerugian dan memutus mata rantai pencucian uang,” tambahnya.
AMASH Sumut juga mendorong PPATK, Kepolisian, dan Kejaksaan segera menindaklanjuti temuan ini dengan menelusuri aliran dana, memblokir aset, serta menyeret pihak-pihak lain yang terlibat.
“Kasus ini harus menjadi contoh nyata bahwa hukum di Indonesia tidak boleh kompromi terhadap mafia tanah dan praktik pencucian uang,” pungkasnya.
Lanjutnya, aparat penegak hukum wajib menerapkan Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU karena ada dugaan kuat terdakwa berupaya menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana.
“Jika hanya berhenti pada tindak pidana perkebunan, maka upaya penegakan hukum tidak menyentuh akar persoalan. Negara berpotensi kehilangan peluang untuk memulihkan kerugian dan memutus mata rantai pencucian uang,” tambahnya.
AMASH Sumut juga mendorong PPATK, Kepolisian, dan Kejaksaan segera menindaklanjuti temuan ini dengan menelusuri aliran dana, memblokir aset, serta menyeret pihak-pihak lain yang terlibat.
“Kasus ini harus menjadi contoh nyata bahwa hukum di Indonesia tidak boleh kompromi terhadap mafia tanah dan praktik pencucian uang,” pungkasnya.